Cikal bakal sejarah orang Betawi dikaitkan Ridwan dengan tokoh bernama Aki Tirem yang hidup di daerah kampung Warakas (Jakarta Utara) pada abad 2. Aki Tirem hidup dari membuat priuk dan saban-saban bajak laut menyatroni tempatnya untuk merampok priuk. Lantaran keteteran sendiri melawan bajak laut maka diputuskan untuk mencari perlindungan dari sebuah kerajaan. Saat itulah Dewawarman seorang berilmu dari India yang menjadi menantunya dimintanya mendirikan kerajaan dan raja.
Pada tahun 130 berdirilah kerajaan pertama di Jawa yang namanya Salakanagara. Salakanagara nagara menurut Ridwan berasal ari bahasa Kawi salaka yang artinya perak. Secara etimologis kemudian Salakanagara itu dikaitkan Ridwan dengan laporan ahli geografi Yunani bernama Claudius Ptolomeus pada tahun 160 dalam buku Geografia yang menyebut bandar di daerah Iabadiou (Jawa) bernama Argyre yang artinya perak. Dikaitkan pula dengan laporan dari Cina zaman Dinasti Han yang pada tahun 132 mengabarkan tentang kedatangan utusan Raja Ye Tiau bernama Tiao Pien.
sumber : http://www.kampungbetawi.com/sohibul.php
Pada tahun 130 berdirilah kerajaan pertama di Jawa yang namanya Salakanagara. Salakanagara nagara menurut Ridwan berasal ari bahasa Kawi salaka yang artinya perak. Secara etimologis kemudian Salakanagara itu dikaitkan Ridwan dengan laporan ahli geografi Yunani bernama Claudius Ptolomeus pada tahun 160 dalam buku Geografia yang menyebut bandar di daerah Iabadiou (Jawa) bernama Argyre yang artinya perak. Dikaitkan pula dengan laporan dari Cina zaman Dinasti Han yang pada tahun 132 mengabarkan tentang kedatangan utusan Raja Ye Tiau bernama Tiao Pien.
Ye Tiau ditafsirkan sebagai Jawa dan Tiau Pien sebagai Dewawarman. Termasuk dalam hal ini yang disebut Slametmulyana sebagai Kerajaan Holotan yang merupakan pendahulu kerajaan Tarumanagara dalam bukunya Dari Holotan sampai Jayakarta adalah Salakanagara.
Soal letak Salakanagara, Ridwan menunjuk kepada daerah Condet. Alasannya karena di Condet salak tumbuh subur dan banyak sekali nama-nama tempat yang bermakna sejarah, seperti Bale Kambang dan Batu Ampar. Bale Kambang adalah pasangrahan raja dan Batu Ampar adalah batu besar tempat sesaji diletakkan.
Di Condet juga terdapat makam kuno yang disebut penduduk Kramat Growak dan makam Ki Balung Tunggal yang ditafsirkan Ridwan adalah tokoh dari zaman kerajaan pelanjut Salakanagara yaitu Kerajaan Kalapa. Tokoh ini menurut Ridwan adalah pemimpin pasukan yang tetap melakukan peperangan walaupun tulangnya tinggal sepotong maka lantaran itu dijuluki Ki Balung Tunggal.
Setelah menunjuk bukti secara geografis, Ridwan pun melengkapi teorinya tentang cikal bakal sejarah orang Betawi dengan sejarah perkembangan bahasa dan budaya Melayu agar dapat semakin terlihat batas antara orang Betawi dengan orang Sunda. Ia pergi ke abad 10. Saat terjadi persaingan antara wong Melayu yaitu Kerajaan Sriwijaya dengan wong Jawa yang tak lain adalah Kerajaan Kediri. Persaingan ini kemudian menjadi perang dan membawa Cina ikut campur sebagai penengah karena perniagaan mereka terganggu. Perdamaian tercapai, kendali lautan dibagi dua, sebelah timur mulai dari Cimanuk dikendalikan Sriwijaya, sebelah timur mulai dari Kediri dikendalikan Kediri. Artinya pelabuhan Kalapa termasuk kendali Sriwijaya.
Sriwijaya kemudian meminta mitranya yaitu Syailendra di Jawa Tengah untuk membantu mengawasi perairan teritorial Sriwijaya di Jawa bagian barat. Tetapi ternyata Syailendara abai maka Sriwijaya mendatangkan migran suku Melayu Kalimantan bagian barat ke Kalapa. Pada periode itulah terjadi persebaran bahasa Melayu di Kerajaan Kalapa yang pada gilirannya – karena gelombang imigrasi itu lebih besar ketimbang pemukin awal – bahasa Melayu yang mereka bawa mengalahkan bahasa Sunda Kawi sebagai lingua franca di Kerajaan Kalapa.
Ridwan mencontohkan, orang “pulo”, yaitu orang yang berdiam di Kepulauan Seribu, menyebut musim di mana angin bertiup sangat kencang dan membahayakan nelayan dengan “musim barat” (bahasa Melayu), bukan “musim kulon” (bahasa Sunda). Orang-orang di desa pinggiran Jakarta mengatakan “milir”, “ke hilir” dan “orang hilir” (bahasa Melayu Kalimantan bagian barat) untuk mengatakan “ke kota” dan “orang kota”.
Segitu dulu ah...nti ditambahin lagi ceritanya...
sumber : http://www.kampungbetawi.com/sohibul.php
Komentar